Setiaji mengatakan akan lebih baik jika masyarakat mencari informasi dari Sahabat AI yang databasenya ada di Indonesia.
"Jadi minimal kita bisa dan juga menggunakan bahasa lokal, karena sebenarnya agak lebih baik dibandingkan kita mencarinya di Google yang pengetahuannya bisa jadi tidak terakurasi dengan baik," katanya.
Maka itu, ia menekankan konsultasi pada dokter menjadi hal yang amat penting dalam mengikuti perkembangan dari diagnosis yang sudah didapatkan.
Hal lain yang Setiaji sampaikan adalah sensitivitas dari ChatGPT masih minim karena walaupun dapat mendeteksi berbagai macam penyakit, namun tidak semua informasi bisa disajikan pada masyarakat.
Kelemahan lain dari AI itu juga tidak dapat memberikan kepastian persentase dari kesembuhan penyakit yang dicari seseorang.
"Itu nanti tergantung lagi dari image-nya juga, kalau image-nya blur, artinya tentunya akan tidak baik juga. Kurang lebih dua alat ukur itu yang kita lakukan ya, sensitivitinya dan akurasi," kata dia.