JAKARTA, Weradio.co.id - Di tengah laju perubahan iklim yang semakin tak terbendung, generasi muda—khususnya Generasi Z (Gen Z), muncul sebagai kekuatan baru yang punya potensi besar dalam membentuk masa depan yang lebih tangguh dan berkelanjutan.
Gen Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, tumbuh di tengah kemajuan teknologi digital dan krisis lingkungan yang semakin nyata. Kondisi ini menjadikan mereka tak hanya lebih sadar terhadap isu-isu lingkungan, tapi juga lebih siap beradaptasi dan bertindak untuk mendorong perubahan.
Demikian intisari Seminar Nasional Bertemakan Resiliensi Gen Z Bangun Generasi Tangguh Hadapi Perubahan Iklim yang digelar FISIP Uhamka bekerjasama dengan Pita Putih Indonesia.
Acara digelar di Aula Lantai 4 FISIP Uhamka Jl Limau II Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Rabu 2 Juli 2025.
Acara seminar nasional dibuka Dekan FISIP Uhamka, Dra Tellys Corliana,M.Hum dan Ketua Umum Pita Putih Indonesia Indonesia Dr Giwo Rubianto Wiyogo. Tampil selaku nara sumber adalah Siswanto, MSc. PhD, (Koordinator Bidang Informasi Iklim Terapan BMKG), dr Heru Karsidi (Ketua Harian Pita Putih Indonesia), Dr Nova Riyanto Yusuf, SpKJ (Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional RS Marzoeki Mahdi), dan Bimo Aria Seno (mahasiswa Uhamka/ pegiat Lingkungan. Tampil selaku moderator Salsabila Adinda Fitri, mahasiswa Semester IV Jurusan Ilmu Komunikasi Peminatan Humas FISIP Uhamka.
BACA JUGA:Pemprov DKI Jakarta Bakal Coba Car Free Night pada 5 Juli 2025, Seheboh Apa Ya?
Terungkap bahwa berbeda dengan generasi sebelumnya, Gen Z memiliki akses luas terhadap informasi, termasuk terkait krisis iklim. Melalui media sosial, mereka tak hanya menjadi penonton pasif, tapi juga aktif menyuarakan keresahan, menyebarkan pengetahuan, dan menginisiasi aksi kolektif.
Gerakan seperti #FridaysForFuture dan berbagai kampanye digital telah membuktikan bahwa suara Gen Z mampu menggugah perhatian publik dan pemangku kebijakan terhadap pentingnya aksi iklim. Disebutkan pula bahwa resiliensi Gen Z terhadap perubahan iklim tercermin dari kemampuan mereka dalam memanfaatkan teknologi untuk menciptakan solusi.
Banyak di antara mereka yang terlibat dalam proyek sosial dan inovasi berbasis teknologi ramah lingkungan. "Mulai dari aplikasi pengelolaan sampah, gerakan zero waste, hingga pertanian urban berbasis digital, semuanya menjadi bukti bahwa Gen Z tidak hanya sadar, tapi juga responsif dan kreatif dalam menyikapi krisis iklim," kata Dr Nova Riyanti Yusuf.
Selain itu, dalam menghadapi bencana alam akibat perubahan iklim seperti banjir, kekeringan, atau kebakaran hutan, Gen Z menunjukkan ketangguhan sosial. Mereka membentuk komunitas berbasis solidaritas, melakukan aksi kemanusiaan, hingga terlibat dalam advokasi kebijakan lingkungan di tingkat lokal maupun nasional.
BACA JUGA:Pesan Menyentuh Hati Victoria untuk Beckham yang Patah Lengan
Pentingnya pendidikan iklim sejak dini menjadi salah satu fokus utama dalam memperkuat ketahanan generasi ini. Banyak organisasi non-pemerintah dan lembaga pendidikan yang kini mulai mengintegrasikan isu iklim dalam kurikulum atau kegiatan ekstrakurikuler. Gen Z yang memperoleh pemahaman mendalam tentang dampak dan solusi perubahan iklim, cenderung lebih siap menghadapi tantangan dan menjadi agen perubahan di lingkungannya.
Menurut Dr Nova Riyanti Yusuf, meski memiliki potensi besar, Gen Z tetap menghadapi berbagai tantangan. Di antaranya adalah minimnya dukungan struktural dari pemerintah dan sektor swasta, keterbatasan akses pada sumber daya untuk inovasi, serta masih kuatnya gaya hidup konsumtif yang bertentangan dengan prinsip keberlanjutan
"Oleh karena itu, dibutuhkan sinergi lintas sektor untuk mendukung kiprah Gen Z, baik melalui kebijakan ramah lingkungan, pendanaan inovatif, maupun platform pengembangan kapasitas," tegasnya.
Dikatakan pula, resiliensi Gen Z dalam menghadapi perubahan iklim bukan sekadar ketahanan untuk bertahan, tapi juga kemampuan untuk bangkit, berinovasi, dan membentuk tatanan baru yang lebih lestari.
BACA JUGA:Mulai 1 Juli 2025, Harga Pertamax Jakarta Naik