Dari Gedung Katholieke Jongenlingen Bond Menuju Semangat Persatuan Bangsa

Dari Gedung Katholieke Jongenlingen Bond Menuju Semangat Persatuan Bangsa

Gedung Katholieke Jongenlingen Bond-Weradio.co.id-Nusantara 62

JAKARTA, Weradio.co.id - Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB) atau Perkumpulan Muda Katolik di Waterlooplein Noord, yang kini dikenal sebagai Gedung Sumpah Pemuda di kompleks Gereja Katedral Jakarta, menjadi saksi awal sidang pertama Kongres Pemuda II pada 27 Oktober 1928. 

Dari gedung inilah, denyut semangat kebangsaan Indonesia mulai menggelora dan kemudian melahirkan ikrar bersejarah Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa.

Kini, hampir satu abad kemudian, gema Sumpah Pemuda kembali menggema di tengah tonggak baru sejarah bangsa. Pada 1 November 2025, Bahasa Indonesia resmi digunakan dalam Sidang Umum UNESCO, sebuah pengakuan global atas bahasa persatuan yang lahir sehari setelah sidang pertama Kongres Pemuda di Kramat Raya 106.

Romo Yos Bintoro, Pr, menilai keberhasilan ini sebagai buah dari komitmen kebangsaan yang tumbuh dari semangat persaudaraan lintas iman sejak masa pergerakan nasional.

BACA JUGA:Menkeu Purbaya Tolak Bayar Utang Whoosh, Danantara Evaluasi Total Kereta Cepat

“Bahasa Indonesia bukan hanya alat komunikasi, tetapi simbol persatuan yang lahir dari perjumpaan berbagai suku dan agama, termasuk peran umat Katolik yang membuka ruang bagi lahirnya semangat kebangsaan,” ujar Romo Yos Bintoro Pr dalam keterangan resmi yang dibaca Weradio.co.id, Selasa, 28 Oktober 2025.

Romo Yos Bintoro Pr adalah Pastor Militer Organik TNI AU yang bertugas sebagai Pastor Kepala Paroki Halim Perdanakusuma dan Wakil Uskup TNI Polri.

Menurut Romo Yos Bintoro Pr, sejarah mencatat Gereja Katolik turut memberikan ruang fisik dan simbolik bagi lahirnya Indonesia yang bersatu. 

Gedung KJB, tempat sidang pertama Kongres Pemuda II, menjadi bukti bahwa umat Katolik tidak berdiri di pinggir jalan sejarah, tetapi ikut berjalan bersama bangsa menuju kemerdekaan.

BACA JUGA:Wajah Baru M Bloc Diharapkan Jadi Jantung Kreativitas Kawula Muda di Jakarta

“Keterlibatan Katolik dalam peristiwa itu bukan kebetulan. Kaum muda Katolik menjadi bagian dari denyut sosial Hindia Belanda yang membuka diri terhadap gagasan kebangsaan yang melampaui batas keagamaan,” kata dia.

Meski belum banyak catatan yang menuliskan nama-nama pemuda Katolik yang hadir dalam kongres tersebut, Romo Yos menilai hal itu tidak mengurangi makna kehadiran Gereja. 

“Yang penting bukan seberapa banyak nama yang tercatat, tapi bahwa Gereja menyediakan ruang, semangat, dan keyakinan bahwa cinta tanah air adalah bagian dari iman,” ujarnya.

Dia menegaskan, cinta tanah air merupakan salah satu warisan spiritual Gereja Katolik. Gereja tidak hanya hadir dalam bentuk bangunan, tetapi juga lewat aksi nyata umat yang mewujudkan iman dalam semangat kebangsaan.