KDM Kritik Sentralisasi Pajak yang Bikin Pendapatan Jabar Beda Jauh dengan DKI
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi-X-
JAKARTA, Weradio.co.id - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) melakukan kritikan keras dengan perpajakan nasional. Dia mendesak pemerintah pusat segera melakukan reformasi menyeluruh dalam perhitungan dan distribusi penerimaan pajak nasional.
Dedi menilai sistem sentralistik saat ini menciptakan ketimpangan besar, terutama antara daerah industri seperti Jawa Barat dan DKI Jakarta yang menjadi lokasi kantor pusat perusahaan.
Menurut Dedi, sentralisasi pajak membuat beban lingkungan dan infrastruktur sepenuhnya ditanggung daerah penghasil, sementara penerimaan negara justru mengalir ke wilayah tempat kantor pusat perusahaan berdiri.
"Problem kita ini adalah sentralisasi. Saya berikan contoh, pabrik di Jawa Barat itu banyak banget, loh. Kawasan industrinya terhampar. Banjirnya kami yang terima. Pencemaran lingkungan kami yang terima. Mobil-mobil gede yang lewat tiap hari yang menghancurkan jalan kabupaten, jalan provinsi, kami yang harus memperbaiki," ujar Dedi seperti dikutip Weradio dari antara.
BACA JUGA:Pengakuan Supir Mobil MBG yang Menabrak Siswa SD di Kalibaru
Ia menegaskan meskipun Jawa Barat menampung ribuan industri serta menanggung dampak operasionalnya, sebagian besar perusahaan memiliki kantor pusat di Jakarta.Akibatnya, penerimaan bagi hasil pajak untuk Jawa Barat hanya sekitar Rp140 triliun, jauh tertinggal dari Jakarta yang dapat mengumpulkan lebih dari Rp1.000 triliun.
Ketidakadilan Fiskal
Dedi menyebut ketimpangan itu sebagai bukti ketidakadilan fiskal yang harus segera dibenahi. Ia menekankan pembangunan negara harus berpijak pada sistem yang adil dan tidak menempatkan beban berlebih pada daerah penghasil.
Karena itu, ia mendesak reformasi dalam perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), agar tidak lagi didasarkan pada lokasi kantor pusat perusahaan.
"Keinginannya apa? Keinginannya adalah pemerintah pusat didorong. Agar ya kalau bayar pajak dihitung di mana tempat usahanya berada, bukan tempat di mana kantornya berada. Kenapa? Karena yang problem itu luasan areal sawit yang luas, pertambangan yang luas, kemudian industri yang luas," katanya.
BACA JUGA:Mobil MBG Tabrak Siswa di Kalibaru, Polisi Pastikan Tidak Ada Korban Meninggal
Menurut dia, lokasi usaha riil, mulai dari perkebunan, pertambangan, hingga industri, adalah wilayah yang merasakan dampak ekonomi dan beban lingkungan, sehingga semestinya menjadi dasar perhitungan pajak.
Tak hanya itu, Dedi juga mengusulkan agar bagi hasil pajak dialirkan langsung hingga ke tingkat desa untuk memperkuat kemandirian fiskal di level paling dasar.