Jaya Suprana Sampaikan Kondisi Bencana di Aceh Berdasarkan Laporan Sastrawan Azhari Aiyub

Jaya Suprana Sampaikan Kondisi Bencana di Aceh Berdasarkan Laporan Sastrawan Azhari Aiyub

Pejuang kemanusiaan Sandyawan Sumardi dari Leiden, Belanda, menyampaikan laporan situasi banjir di Aceh yang diterima melalui jaringan WhatsApp dari sastrawan Aceh Azhari Aiyub.-Weradio.co.id-BNPB

JAKARTA, Weradio.co.id - Pejuang kemanusiaan Sandyawan Sumardi dari Leiden, Belanda,  menyampaikan laporan situasi banjir di Aceh yang diterima melalui jaringan WhatsApp dari sastrawan Aceh Azhari Aiyub

Pesan tersebut kemudian dipublikasikan kembali oleh budayawan Jaya Suprana untuk memberikan gambaran mengenai skala krisis di wilayah pantai timur Aceh.

Dalam pesannya, Azhari menggambarkan kerusakan infrastruktur dan lumpuhnya aktivitas warga di sepanjang jalur Peureulak–Panton Labu. 

Azhari pun melaporkan hilangnya sinyal telepon, padamnya listrik, dan menipisnya suplai elpiji. Sejumlah warung di sekitar Masjid Julok dilaporkan tidak lagi beroperasi, sementara masjid yang menampung banyak musafir kehabisan air bersih untuk kebutuhan MCK.

BACA JUGA:Dua Desa Korban Bencana di Pidie Jaya Butuh Tenda

Azhari menyebut tumpukan kendaraan terjadi di berbagai titik banjir tanpa dukungan alat berat untuk menyingkirkan pohon tumbang. Menurut dia, pemerintah lokal berada dalam kondisi lumpuh dan kebingungan, walaupun warga tetap saling membantu.

Di tengah keterbatasan, pengurus Masjid Kubra dilaporkan memberikan bantuan air bersih bagi musafir, termasuk beberapa warga Tionghoa yang ikut mengungsi. 

Para pedagang di Keude Kuta Binjai Julok tetap mempertahankan harga barang walaupuni stok menipis. 

“Harga Aqua besar masih Rp6.000,” tulis Azhari.

BACA JUGA:Ini Alasan Umat Katolik Diajak Terlibat Aktif dalam Politik dan Kebangsaan

Di sejumlah ruas jalan, penduduk membuat pagar betis untuk membantu kendaraan melintasi genangan air. Namun mobilitas warga praktis terhenti karena ketinggian air, menyebabkan banyak orang terjebak dan kehilangan kontak keluarga akibat padamnya jaringan komunikasi.

Azhari menekankan, banjir merendam hampir seluruh kawasan pantai timur Aceh sepanjang 300 kilometer. Jalan nasional Aceh–Medan yang menjadi jalur vital bagi hampir satu juta orang disebut sangat rentan, dengan truk hanya mampu bergerak sekitar lima kilometer per hari.

Dia menyerukan agar pemerintah segera menghentikan pembalakan hutan, tambang ilegal, dan ekspansi perkebunan yang merusak kawasan lindung. 

Menurut Azhari, kayu hasil penebangan liar menimpa rumah warga dan menghalangi jalur evakuasi. “Bagi orang Aceh, bencana banjir ini adalah tsunami kedua, tetapi yang satu ini dibuat oleh manusia,” tulisnya.