Sintesis Teori Sistem dan Teori Jaringan dalam Menganalisis Ketidaksinkronan Koordinasi Lintas Lembaga
Elisabet Sanly Novani (Dok/pribadi)--
Liu dan Yuan (2019) juga menemukan bahwa cluster birokrasi yang sangat kuat menciptakan fragmentasi dalam jaringan komunikasi sehingga arus informasi tidak merata. Ketidakseimbangan degree centrality menyebabkan beberapa node menerima terlalu banyak beban informasi sementara node lainnya tidak memiliki akses. Hal ini menciptakan instabilitas komunikasi dan memperbesar potensi konflik koordinatif.
Kekuatan dan Kelemahan Teori
Network Theory, memiliki kekuatan dalam memberikan gambaran struktural yang konkret mengenai relasi dan arus informasi. Teori ini unggul dalam mengidentifikasi node kunci dan memetakan cluster komunikasi (Liu & Yuan, 2019). Namun, kelemahannya adalah ketidakmampuannya menangkap dinamika lingkungan eksternal atau perubahan makro yang memengaruhi organisasi.
Karakteristik Utama Teori
Systems Theory memiliki karakteristik utama berupa sistem terbuka, interdependensi, homeostasis, adaptasi, equifinality, dan keberadaan feedback loop (Baldwin et al., 2020). Network Theory memiliki karakteristik berupa struktur jaringan yang terdiri atas node dan ties, centrality, clustering, arus informasi, serta pola kolaborasi lintas unit. Kedua teori ini berfokus pada hubungan, tetapi Systems Theory melihat hubungan pada tingkat sistemik, sedangkan Network Theory melihatnya pada tingkat struktural dan relasional.
Sintesis Dua Teori untuk Strategi Perbaikan Komunikasi
Sintesis Systems Theory dan Network Theory menghasilkan pendekatan komprehensif untuk mengatasi ketidaksinkronan koordinasi lintas lembaga. Pertama, memperkuat node
sentral sebagai penghubung informasi dapat meningkatkan efektivitas arus informasi, sesuai prinsip betweenness centrality (Liu & Yuan, 2019). Kedua, membangun mekanisme
komunikasi lintas cluster akan mengurangi fragmentasi jaringan dan meningkatkan integrasi subsistem.
Ketiga, organisasi perlu mengadopsi prinsip sistem terbuka dengan meningkatkan transparansi dan memperpendek jalur feedback agar adaptasi dapat dilakukan lebih cepat (Farazmand, 2021). Keempat, reorganisasi subsistem diperlukan agar interdependensi dikelola dengan lebih efektif, terutama saat menghadapi tekanan atau perubahan kebijakan. Dengan demikian, integrasi kedua teori menghasilkan rekomendasi yang tidak hanya struktural, tapi juga sistemik.
Kajian ini menunjukkan bahwa ketidaksinkronan koordinasi lintas lembaga merupakan hasil dari kombinasi faktor sistemik dan struktural dalam komunikasi organisasi publik Indonesia. Systems Theory membantu menjelaskan kegagalan interdependensi dan adaptasi, sementara Network Theory memberikan gambaran tentang fragmentasi jaringan komunikasi.
Integrasi kedua teori menghasilkan pemahaman yang lebih kaya tentang bagaimana arus informasi, struktur relasi, dan dinamika sistem memengaruhi stabilitas dan efektivitas organisasi publik. Dalam konteks meningkatnya tuntutan transparansi dan tekanan politik menjelang Pilkada, sintesis teori ini sangat relevan untuk merancang strategi komunikasi yang adaptif, kolaboratif, dan responsif terhadap kompleksitas birokrasi modern.
Daftar Pustaka (APA Style) Baldwin, J., Perry, S., & Moffitt, M. (2020). Communication theories for everyday life. Routledge. Farazmand, A. (2021). Systems views in public administration: Complexity, interdependence, and sustainability. Public Organization Review, 21(4), 567–584. Liu, Y., & Yuan, H. (2019). Network governance and information flow in public organizations. Journal of Public Administration Research, 12(3), 201–219. Rahmawati, D., & Hidayat, R. (2022). Struktur jaringan komunikasi dan efektivitas koordinasi pemerintah daerah. Jurnal Komunikasi Indonesia, 9(2), 145–160. Setiawan, A. (2023). Analisis sistem terbuka dalam komunikasi.
* Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UPN VJ