Instrumen Finansial Inovatif Percepat Pembangunan Transmisi Listrik EBT

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang ESDM, Aryo Djojohadikusumo dalam Energy Insights Forum bertajuk The Energy We Share, yang digelar Kadin Bidang ESDM bersama Katadata, di Jakarta, Rabu, 20 Agustus 2025.-Weradio.co.id-Katadata
JAKARTA, Weradio.co.id - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Aryo Djojohadikusumo, menekankan pentingnya menghadirkan instrumen finansial inovatif guna mempercepat pembangunan transmisi listrik energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. Salah satunya melalui penerbitan green bonds oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Hal itu ia sampaikan dalam Energy Insights Forum bertajuk The Energy We Share yang digelar Kadin Bidang ESDM bersama Katadata, di Jakarta, Rabu, 20 Agustus 2025.
Menurut Aryo, tantangan terbesar dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT) terletak pada investasi jaringan transmisi yang menghubungkan pembangkit dengan pusat beban.
“Internal rate of return (IRR) untuk pembangunan transmisi saat ini hanya sekitar 6%. Dalam dunia usaha, angka itu terlalu rendah sehingga investor swasta enggan masuk. Karena itu, pembangunan transmisi mau tidak mau harus ditangani PLN. Di sinilah peran penerbitan green bonds menjadi penting, agar PLN memiliki pendanaan memadai untuk membangun jaringan transmisi listrik EBT dan sekaligus memperluas bauran energi hijau nasional,” ujar Aryo.
BACA JUGA: Begini Peran Agregator dan Integrator untuk Tuntaskan Kelangkaan Pasokan Gas Domestik
Aryo menambahkan, Indonesia tidak kekurangan sumber daya energi bersih, tetapi membutuhkan skema finansial yang mampu menjembatani kesenjangan antara potensi sumber daya dan permintaan listrik yang terus meningkat.
“Dengan green bonds, PLN bisa membiayai pembangunan jaringan transmisi listrik EBT,” tegasnya.
Green bonds adalah obligasi yang secara khusus diterbitkan untuk membiayai proyek ramah lingkungan, mulai dari pembangunan pembangkit energi terbarukan, penguatan transmisi hijau, hingga sistem penyimpanan energi. Keunggulannya adalah dana yang terkumpul hanya digunakan untuk proyek hijau, sehingga memberi kepercayaan lebih kepada investor global yang kini semakin selektif dalam menyalurkan pendanaan.
Bagi Indonesia, green bonds dapat menjadi instrumen kunci untuk kebutuhan pembangunan pembangkit hingga jaringan transmisi yang hampir mencapai Rp 3.000 triliun, sekaligus meningkatkan kredibilitas transisi energi di mata internasional.
BACA JUGA:BNI Perkuat Dukungan untuk ITB dan Alumni lewat Inovasi Keuangan Inklusif
Pandangan Aryo diamini oleh SEVP Hukum, Regulasi, dan Kepatuhan PLN, Nurlely Aman, yang menyebutkan, pembangunan pembangkit hingga jaringan transmisi tidak bisa dilakukan sendiri oleh PLN dan membutuhkan peran aktif swasta.
“RUPTL 2025–2034 yang kami keluarkan menargetkan 76 persen tambahan kapasitas berasal dari energi terbarukan, termasuk energy storage. Namun, pertanyaannya bukan lagi apa yang harus dilakukan, tetapi bagaimana mengeksekusinya bersama-sama. PLN tidak bisa berjalan sendiri, peran aktif swasta mutlak diperlukan,” tegas Nurlely.
Pandangan Aryo diamini oleh SEVP Hukum, Regulasi, dan Kepatuhan PLN, Nurlely Aman yang menyebutkan peran investasi swasta memang diperlukan dalam merealisasikan target bauran energi dalam RUPTL.
“RUPTL 2025 - 2034 yang kami keluarkan menargetkan 76 persen tambahan kapasitas berasal dari energi terbarukan, termasuk energy storage. Namun, pertanyaannya bukan lagi apa yang harus dilakukan, tetapi bagaimana mengeksekusinya bersama-sama. PLN tidak bisa berjalan sendiri, peran aktif swasta mutlak diperlukan,” tegasnya.