Apa Itu Etanol yang Jadi Kontroversi di BBM Pertamina? Berikut Penjelasannya

Apa Itu Etanol yang Jadi Kontroversi di BBM Pertamina? Berikut Penjelasannya

Ilustrasi pengisian bahan bakar di spbu-gambar dibuat dengan leonardo Ai-

JAKARTA,Weradio.co.id - Etanol, yang dikenal sebagai bahan bakar nabati ramah lingkungan, kini menjadi topik hangat dalam industri bahan bakar minyak (BBM) Indonesia. Itu setelah PT Pertamina mulai mencampurkan Etanol dalam produk BBM mereka dengan kadar sekitar 3,5% hingga 5%. Inovasi ini menimbulkan berbagai reaksi dari kalangan SPBU swasta, pakar otomotif, hingga pemerintah.

Weradio.co.id mencoba merangkum dari berbagai sumber soal etanol di tulisan ini. Apakah etanol itu berbahaya atau malah sebaliknya?

Pertamina mulai menerapkan formula BBM dengan campuran etanol di beberapa produk unggulannya, seperti Pertamax Green 95 yang mengandung bioetanol 5% berbasis tetes tebu. Langkah ini merupakan bagian dari upaya nasional untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan mengurangi emisi karbon, sekaligus mendukung program energi terbarukan yang sedang digalakkan pemerintah.

Namun demikian, beberapa SPBU swasta seperti BP dan Vivo menyatakan keberatan untuk membeli BBM base fuel dari Pertamina karena adanya kandungan etanol yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis mereka. Mereka khawatir etanol dalam bbm akan berdampak negatif pada performa mesin serta infrastruktur kendaraan pelanggan mereka.

BACA JUGA:Kekhawatiran SPBU Swasta soal Kandungan Etanol di Bensin Pertamina Dinilai Lebay

Kandungan etanol sebesar 3,5% di BBM Pertamina tersebut memang masih di bawah batas maksimal 20% yang diizinkan pemerintah, dan dinilai aman digunakan untuk kendaraan modern. Pemerintah melalui Menteri ESDM Bahlil Lahadalia telah memastikan bahwa campuran etanol di bawah 20% dan dengan kemurnian 99,95% memenuhi standar uji dan aman untuk didistribusikan. Pemerintah juga menegaskan bahwa uji sertifikasi dilakukan secara ketat oleh lembaga seperti Lemigas.

Di sisi lain, para pakar dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menjelaskan bahwa meskipun etanol bisa meningkatkan angka oktan bahan bakar sehingga memberikan pembakaran yang lebih optimal, kandungan energi etanol yang lebih rendah dari bensin membuat efisiensi bahan bakar sedikit menurun. Penurunan energi ini bisa membuat konsumsi BBM naik, sebab energi per kilogram etanol 26,8-29,7 MJ dibandingkan bensin sekitar 40 MJ/kg.

Etanol juga memiliki sifat higroskopis, yaitu mudah menyerap uap air yang dapat meningkatkan kadar air dalam bahan bakar. Ini berpotensi mengurangi kualitas BBM dan menimbulkan masalah seperti korosi pada tangki dan saluran bahan bakar yang terbuat dari logam, terutama pada kendaraan berat dan mesin lama yang kurang kompatibel dengan bahan bakar berbahan etanol.

Efek Etanol Positif

Meski begitu, efek etanol terhadap emisi CO2 sangat positif karena berasal dari bahan nabati yang relatif karbon netral. Penambahan etanol dilaporkan mampu menurunkan emisi karbon hingga sekitar 3,5%, menjadikan campuran BBM lebih ramah lingkungan dan sesuai dengan komitmen pengurangan emisi nasional.

BACA JUGA:Program Magang Kemnaker Hanya Jadi Solusi Sementara, Ekonom Desak Pemerintah Genjot Ini

Pemerintah telah menginisiasi mandatori campuran etanol hingga 10% di BBM sebagai langkah strategis dalam pengembangan energi berkelanjutan. Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, juga dikabarkan menyetujui kebijakan ini sebagai upaya mengurangi impor minyak dan menurunkan polusi.

Meski demikian, masih terdapat resistensi dari beberapa kalangan SPBU swasta dan konsumen yang khawatir dampak etanol terhadap mesin kendaraan lawas dan penurunan efisiensi BBM. Hal ini membuat dialog antara Pertamina, pemerintah, dan pelaku usaha bahan bakar dikedepankan untuk menyesuaikan standar dan spesifikasi teknis agar solusi energi bersih ini bisa diterima secara luas.

Di lingkungan internasional, pencampuran etanol pada BBM sudah menjadi praktek umum di banyak negara seperti Amerika Serikat, Brasil, dan Thailand. Pengalaman global ini menjadi rujukan bagi Indonesia untuk mengembangkan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan sekaligus meningkatkan industri bioetanol dalam negeri.